Tentang Persahabatan
Tentang Cinta
Tentang Perpisahan
Tentang Melupakan
Tentang Hujan
Buku Hujan ini merupakan salah satu buku karya Tere Liye. Buku yang dapat saya selesaikan hanya dalam waktu 3 hari karena saya tidak bisa berhenti saat membacanya hahaha. Saya selalu penasaran akan setiap cerita pada lembaran berikutnya. Bukunya memang sangat menarik dengan tata bahasa yang mudah dipahami sehingga membuat pembacanya seolah merasakan menjadi tokoh utamanya, ditambah dengan alur maju mundur yang tersusun sangat rapi.
Biasanya di belakang buku selalu ada sinopsisnya, namun pada novel ini hanya terdapat beberapa kata seperti yang sudah saya tuliskan di atas yang membuat semakin penasaran. Awalnya, saya pikir buku ini hanya bercerita tentang persahabatan atau percintaan seorang remaja biasa. Namun ternyata isi cerita yang disuguhkan sang penulis pada buku ini sangatlah berbeda. Novel ini dipadu dengan unsur dystophia dan teknologi masa depan, seperti halnya cerita dalam buku serial Divergent, Maze Runner, atau Hunger Games. Jujur saja, saya baru menemukan novel Indonesia bertemakan unsur dystophia seperti ini hahaha.
Jika dilihat dari beberapa kata yang tercetak di belakang buku, sebenarnya sangat menggambarkan isi dari novel ini—persahabatan, cinta, perpisahan, melupakan, dan hujan. Fokus yang terdapat pada novel ini tentu saja terdapat dalam kata “hujan”. Ada apa sebenarnya dengan hujan?
Spoiler:
Cerita berawal dari kejadian di masa kini, dimana seorang gadis berusia 21 tahun sedang duduk di sebuah ruangan modern dimana terdapat sebuah alat untuk menghapus memori. Ia ingin menghapus kenangan tentang hujan. Kemudian cerita kembali ke masa lalu, ketika gadis itu berusia 13 tahun. Ia baru saja akan berangkat ke sekolah bersama ibunya dengan menggunakan kereta bawah tanah ketika sebuah bencana alam gunung meletus skala 8 terjadi secara tiba-tiba. Kota tempat tinggal gadis itu terkena dampak gempa bumi yang cukup parah. Bagian bawah tanah pun ikut hancur sehingga sebagian besar yang berada di dalam kereta bawah tanah tidak selamat, kecuali si gadis dengan seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang dapat selamat dari reruntuhan di dalam bawah tanah. Namun naas, ibu si gadis tidak sempat menyelamatkan diri naik ke permukaan dan terjebak bersama penumpang lainnya.
Kota sudah rata denga tanah ketika si gadis dengan anak laki-laki itu sampai di permukaan. Tempat tinggal mereka pun tidak ada yang bersisa. Beruntunglah ibu dari anak laki-laki itu selamat ditemukan sedang berada di tokonya—tertimpa reruntuhan—walaupun kedua kakinya harus diamputasi. Akhirnya mereka terpaksa harus tinggal di posko pengungsian terdekat. Anak gadis itu bernama Lail, sedangkan anak laki-laki itu bernama Esok.
Hari demi hari berlalu di posko pengungsian. Hubungan mereka semakin dekat, seperti halnya seorang sahabat. Esok sering sekali menolong Lail. Dimana ada Esok, pasti disitu ada Lail. Mungkin Esok sudah menganggap Lail seperti adiknya sendiri, karena keempat saudara laki-lakinya sudah meninggal tertimbun bersama penumpang lainnya di kereta bawah tanah.
Satu tahun berlalu setelah terjadi bencana itu. Sebagian pengungsi di posko pindah ke rumah masing-masing, sebagian lainnya yang sudah tidak punya keluarga tinggal di panti sosial. Lail tinggal di panti sosial, namun Esok akan diadopsi bersama ibunya oleh seorang Wali Kota sehingga mereka tidak tinggal di panti sosial bersama Lail. Pada akhirnya pertemuan mereka yang bermula setiap hari menjadi sebulan sekali. Di sela-sela cerita, diceritakan pertemuan Lail dan Esok. Secara tidak sengaja mereka akhirnya dipertemukan.
Beberapa tahun kemudian, Esok akhirnya masuk ke perguruan tinggi sedangkan Lail masih melanjutkan sekolahnya. Esok bertemu dengan Lail dan menceritakan bahwa ia akan kuliah di ibu kota sehingga kesempatan mereka untuk betemu akan berkurang, menjadi setahun sekali. Lail berkata bahwa mereka masih dapat berkomunikasi lewat telfon, namun hal tersebut tak kunjung dilakukannya karena Lail takut mengganggu kesibukan Esok. Begitupun halnya dengan Esok yang tidak pernah menelepon Lail karena kesibukannya. Pada akhirnya, untuk melupakan rasa rindunya, Lail mencari kesibukan sendiri dengan mendaftar menjadi tim relawan bersama teman sekamarnya, Maryam.
Beberapa tahun berlalu seiring dengan fenomena alam yang mulai menampakkan perubahan. Iklim bumi berubah total. Daerah kota Lail yang berada di iklim tropis menjadi bersuhu 5 derajat, sedangkan daerah subtropis mengalami perubahan yang cukup parah, hingga suhu berada di bawah 0 derajat. Seluruh dunia mengalami musim dingin ekstrem. Akhirnya, pemimpin dari negara subtropis mengirimkan pesawat ulang alik untuk meluncurkan gas sulfur dioksida ke atmosfer. Alhasil, setelah peluncuran tersebut negara subtropis menjadi kembali normal, namun negara tropis yang terkena dampaknya. Negara tropis menjadi mengalami musim dingin ekstrem, bahkan salju yang sebelumnya tidak pernah turun di kota Lail menjadi dipenuhi salju. Musim dingin terus berlangsung hingga kegiatan di kota Lail lumpuh total. Pemimpin pada akhirnya tidak tinggal diam, mereka segera meluncurkan gas anti sulfur dioksida ke atmosfer. Alhasil, negara tropis kembali ke suhu normal dan kegiatan kembali berjalan seperti semula.
Tak terasa, Esok sudah lulus dari perguruan tinggi di ibu kota. Lail mendapat undangan dari ibu esok untuk hadir di acara wisudanya. Lail datang ditemani dengan sahabatnya, Maryam. Namun, Lail tidak mendapat kesempatan berbincang dengan Esok disana. Esok lebih banyak berbincang dengan keluarganya, bahkan dengan Claudia—saudara tiri esok yang jauh lebih cantik dan baik. Hal tersebut tentu saja membuat Lail merasa cemburu hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dari acara.
Lail baru menyadari bahwa dirinya tidak menganggap Esok hanya sebagai kakaknya, namun ia mempunya perasaan lebih pada Esok. Akhirnya, ia menetapkan hatinya untuk melupakan Esok. Namun, hal tersebut gagal dilakukannya ketika Esok tiba-tiba datang tanpa diberitahu ke acara wisuda Lail. Mereka kembali menghabiskan waktu bersama dengan berjalan keliling kota, namun Esok berkata bahwa ini adalah terakhir kalinya mereka akan melihat kota ini. Esok menjelaskan bahwa bumi akan mengalami musim panas ekstrem akibat peluncuran gas anti sulfur dioksida. Lail baru saja menyadari bahwa ternyata suhu yang kembali normal itu tidak biasa. Ia baru menyadari bahwa di langit tidak lagi terdapat awan sedikitpun, yang berarti hujan tidak akan pernah turun lagi. Bumi akan semakin panas hingga bersuhu 60 hingga 80 derajat dalam 50 tahun kedepan. Selama ini, kuliah Esok ternyata hanyalah sebuah kamuflase. Ia selama ini sedang mengerjakan proyek kapal yang dapat menampung 10.000 penduduk bumi yang dapat terbang jauh di atas lapisan troposfer selama 100 tahun hingga iklim bumi kembali normal. Penduduk yang dapat menaiki kapal itu akan dihubungi secara acak berdasarkan ras dan genetik. Namun, Lail teryata tidak termasuk ke dalam penumpang tersebut, begitu pula halnya dengan Wali Kota. Lail diminta Esok untuk tidak memberitahukan hal ini pada siapapun kecuali Maryam dan meminta Lail untuk menunggu hingga Esok menghubunginya kembali.
Beberapa minggu kemudian, Wali Kota mendatangi Lail untuk memohon agar memberikan tiket miliknya pada Claudia—putrinya—karena Esok memiliki dua tiket—satu diperoleh karena jasanya membuat kapa tersebut, satu karena dipilih secara acak muncul nama Esok. Lail sebenarnya tidak ingin menaiki kapal itu, ia hanya ingin tahu apakah Esok mencintainya. Ia dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit. Hingga satu hari sebelum pesawat diluncurkan, Wali Kota kembali menemui Lail dan mengucapkan terima kasih bahwa akhirnya Claudia mendapatkan tiket itu, padahal Lail tidak pernah dihubungi oleh Esok hingga saat ini. Hal tersebut membuat Lail ingin sekali menghapus ingatannya tentang hujan, dan tentu saja Esok. Ia tidak dapat menerima kenyataan bahwa pada akhirnya Esok memilih Claudia untuk berangkat menaiki kapal itu, bukan dirinya.
Pada akhirnya Lail memutuskan untuk pergi ke tempat untuk menghapus ingatan. Ia baru saja akan menghapus ingatan saat Maryam pada akhirnya menghubungi Esok untuk meminta penjelasan. Terjadi kesalahpahaman antara Lail dan Esok. Ternyata, Esok tidak berangkat menaiki kapal itu, namun ia menyerahkan tiketnya pada ibunya sehingga Claudia berangkat bersama ibunya. Esok sedang dalam perjalanan pulang ke kotanya ketika Maryam menghubunginya. Esok cepat-cepat menuju lokasi Lail dan Maryam ketika mengetahui hal tersebut, namun terlambat. Lail sudah selesai menghapus ingatannya. Ia tidak melupakan Maryam, namun Esok? Melegakan bahwa Lail masih ingat dengannya karena di saat saat terakhir, Lail bertindak untuk memeluk erat-erat—menerima—seluruh kenangan pahit tentang Esok yang berwarna merah sehingga mengubahnya menjadi kenangan bewarna biru. Pada akhirnya ketika dilakukan penghapusan ingatan berwarna merah, Lail sudah tidak punya memori berwarna tersebut.
Di akhir cerita, sebulan kemudian mereka menikah, di bawah musim panas yang terik tanpa awan. Esok berjanji akan selalu bersama Lail melewati musim panas yang panjang ini.
Huaaa cukup sedih memang endingnya. Mereka pada akhirnya dapat bersama, namun pada akhirnya akan mati secara perlahan. Perpaduan antara happy ending dengan sad ending :(. Sebenarnya saya masih penasaran cerita selanjutnya, apakah pada akhirnya mereka akan mati atau ternyata Esok membuat proyek bawah tanah agar manusia dapat bertahan selama 50 tahun sehingga mereka dapat bertahan hidup? Entahlah tapi saya berharap endingnya seperti itu :(. Hmmm… tidak ada buku Hujan #2 ya hahaha.
Beberapa kutipan yang cukup menarik dalam buku ini:
“Kesibukan adalah cara terbaik melupakan banyak hal, membuat waktu melesat tanpa terasa.”
“Karena kenangan sama seperti hujan. Ketika dia datang, kita tidak bisa menghentikannya. Bagaimana kita akan menghentikan tetes air yang turun dari langit? Hanya bisa ditunggu, hingga selesai dengan sendirinya.”
“Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.”
Secara keseluruhan, ceritanya sangat rame. Yang saya rasakan setelah membaca adalah perpaduan antara senang dan sedih. Cerita dan setting alurnya saja sampai terbayang bayang hingga sekarang, seolah saya masuk ke dalam jalan ceritanya, seolah saya menjadi seroang Lail :)). Untuk itu, saya akan beri 5 bintang untuk buku ini.